Kamis, 08 Desember 2011

UBS : Politik Perlambat Kinerja Ekonomi!

Ilustrasi: Grafik
Ilustrasi: Grafik
JAKARTA - Dunia ekonomi tidak bisa berjalan beriringan dengan dunia politik. Jika dipaksakan, politik dipastikan bakal memperlambat perkembangan ekonomi.


"Politik lebih banyak campur tangan, sehingga berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi," ujar Manajer Pelaksana UBS, Paul Donova di Hotel Four Seasion, Jakarta, Senin (4/7/2011).


Menurutnya, hampir di seluruh dunia politik mencampuri urusan ekonomi, sehingga perkembangan ekonomi hampir di seluruh dunia menurun. "Krisis ekonomi tahun 2008-2009 disebabkan pencampuran politik dengan ekonomi," ujarnya.


Paul menambahkan, jika perekonomian dicampur dengan politik, mayoritas aturan yang bersifat keekonomian akan lebih sedikit dibandingkan aturan politik, sehingga perekonomian diatur politik.


"Dari sisi regulasi yang dicampuri lebih banyak ke elit politik," ujar Paul. (wdi)

Senin, 10 Oktober 2011

Inilah 4 Trik Sukses Memulai Bisnis

Monday, October 10th, 2011

oleh : Ellizar Zachra P.B


Dengan GDP  (Gross Domestic Product) 6,5%, Indonesia dinilai sebagai negara yang potensial untuk memulai bisnis. Apalagi, seiring dengan ekonomi Eropa dan Amerika Serikat yang stagnan, banyak investor yang mulai melirik wirausahawan-wirausahawan di negara berkembang.
Berdasarkan data Manta, komunitas online terbesar di dunia dalam mempromosikan dan menghubungkan pebisnis muda, menyebutkan bahwa 500.075 bisnis baru muncul di kuartal kedua 2011. Ini mengalami peningkatan 27% dibandingkan kuartal pertama 2011. Karena itu, menurut Tory Johnson, pendiri Spark & Hustle serta Women for Hire, ada tujuh langkah yang harus dilakukan seseorang jika ingin memulai bisnis.
Pertama, Anda harus memahami alasan mengapa Anda ingin memulai bisnis. Melupakan ritme kerja yang teratur dan menumpahkan beban masa depan sepenuhnya ke pundak Anda memang terkesan menakutkan. Karena itu, jangan pernah memulai bisnis karena Anda tidak punya pilihan lagi. Jika Anda benar-benar tertarik untuk masuk ke dunia wirausaha, Anda harus memahami alasan memulai bisnis itu dan risiko seperti apa yang mungkin dihadapi.
Kedua, tentukan jenis bisnis. Anda tidak bisa menyerahkan bisnis tersebut sesuai ‘arah angin’. Hal terbaik adalah memulai sesuatu berdasarkan kepribadian ataupun minat. Jika Anda melihat sekeliling, sebenarnya, tidak ada yang benar-benar baru dalam ide berbisnis. Ada banyak restoran yang menyediakan menu yang sama. Ada banyak bengkel yang menyediakan layanan yang sama. Jika Anda ingin sukses, Anda harus menonjolkan ciri khas Anda. Sebagai catatan, memulai bisnis jasa (layanan berdasarkan kemampuan khusus Anda, salon misalnya) jauh lebih murah dibandingkan bisnis produk.
Ketiga, tentukan rencana bisnis sederhana. Sebagian besar calon wirausahawan berpikir soal rencana bisnis jangka panjang dan terperinci. Ada banyak asumsi ‘liar’ terkait uang yang akan diperoleh dalam kurun lima tahun, perhiasan yang mungkin dibeli, keuntungan berlipat ganda dan sebagainya. Seharusnya, calon pebisnis memulai rencana-rencana sederhana seperti apa saja yang Anda tawarkan, siapa saja calon konsumen Anda, berapa harga yang Anda berikan dan bagaimana cara Anda mendapatkan apa yang diinginkan.
Keempat, tentukan target spesifik. Anda harus menentukan dengan tepat siapa calon pelanggan. Jika Anda memproduksi krim pemutih kulit, jangan menyebutkan ’semua perempuan’ atau ’siapapun yang memiliki masalah kulit’. Anda harus menyebutkan secara spesifik, apakah perempuan yang rajin mengunjungi dokter kulit setiap bulan untuk facial atau perempuan yang tidak terlalu ribet dengan obat kulit? Semakin fokus Anda menentukan target konsumen maka semakin mudah Anda menentukan program pemasaran untuk menjangkau konsumen.

Paul Polman, CEO Unilever Global: Kekuatan Ekonomi Telah Bergeser ke Timur dan Selatan

Sunday, October 9th, 2011

oleh : Herning Banirestu


Paul Polman yang ditunjuk oleh Unilever Global menjadi Chief Excutive Officer (CEO) sejak 1 Januari 2009, mengunjungi Indonesia sebagai penghargaan betapa pentingnya pasar Indonesia bagi perusahaan yang berkantor pusat di Belanda itu. Pria yang mengawali karier pada 1979 di Procter & Gamble (P&G) itu sempat menjadi President Group Eropa P&G hingga 2001. Sempat berkarir di Nestle S.A dari Januari 2006 sebagai CFO, juga sebagai EVP Amarika dari Februari 2008. Sebelum menjadi CEO Unilever, Paul menjabat sebagai Direktur Eksekutif perusahaan global ini sejak Oktober 2008.
Salah satu agenda Paul adalah memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia (UI). Dalam kuliah umum tersebut, sebagai pembukan disampaikannya bahwa 15% yang bekerja di Unilever Indonesia adalah lulusan UI. Kuliah Umum itu diberi Paul judul: Doing Business Differently-growing sustainability in a resources-constrained world.
Paul mengagumi talenta-talenta Indonesia yang bekerja di Unilver. Beberapa produk yang lahir dari Indonesia sangat berhasil di sini. “Produk Citra hanya ada di Indonesia,” ujarnya. Dalam paparan kuliah umumnya, Paul menyampaikan 4 hal yaitu: pertama, pandangan Unilever pada isu-isu maupun tantangan sosial dan lingkungan yang dihadapi dunia dalam masa mendatang. Kedua, bagaimana Unilever mempersiapkan diri untuk tumbuh dan berhasil dalam lingkungan yang sangat berbeda. Kemudian, ketiga, elemen kunci model bisnis baru yang berkelanjutan, yang mana perusahaan dapat mengadopsi semuanya di masa yang akan datang. Dan,  keempat, pentingnya kepemimpinan dan menjaga cara-cara baru melakukan bisnis bergantung pada bentuk-bentuk baru kepemimpinan.
Paul menjabarkan 3 tren utama yang dipercaya akan memiliki dampak besar pada bagaimana dan di mana Unilever melakukan bisnis di tahun 2020. “Tren yang pertama adalah pergeseran kekuatan ekonomi ke Timur dan ke Selatan, di mana Cina, India, Rusia, Brazil, dan tentu saja Indonesia akan mengambil peran utama dalam tatanan dunia baru,” ujarnya. Pusat gravitasi dari bisnis Unilever pun akan bergeser ke Timur dan Selatan. Pada tahun 2020 sebanyak 70% dari penjualan Unilever akan berada di luar Eropa dan Amerika Utara.
Tren besar kedua, papar Paul Polman adalah bergesernya kekuatan kepada konsumen. Digitalisasi komunikasi dan media memberikan kekuatan besar bagi individu dan pengembangan search engine yang canggih serta perangkat mobile yang lebih terjangkau akan meberikan akses gratis dan mudah bagi orang untuk mendapat kan informasi.
“Tren besar ketiga dan yang paling penting adalah apa yang kita sebut sebagai the end of the age of abundance. Kita menghadapi masa depan di mana sumber daya yang paling dasar, yakni bahan pangan, energi dan air, akan menjadi langka,” kata Paul.
Paul lalu menerangkan bahwa International Energy Association memperkirakan bahwa pada tahun 2030 kita perlu menghasilkan energi 50% lebih banyak dari yang kita produksi sekarang. Kita pun harus memproduksi 50% lebih banyak bahan pangan daripada yang kita panen saat ini. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO (Food and Agriculture Organization) yang di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kebutuhan akan air juga akan semakin meningkat.
“Kita perlu memikirkan bagaimana implikasi dari semua ini terhadap ketersediaan bahan pangan, air, sanitasi dan kebersihan dasar di kota-kota besar seperti Calcutta, Istanbul dan termasuk Jakarta. Unilever ingin menjadi bagian dari solusi untuk masalah ini. Kami percaya bahwa kami bisa berkontribusi,” ayah tiga anak ini menerangkan.
Pria yang gemar membaca, lari marathon, dan naik gunung ini mengatakan, Unilever memiliki strategi untuk menumbuhkan bisnis dua kali lipat tanpa meningkatkan dampak terhadap sumber daya di bumi. Saat ini size bisnis Unilever, menurut Paul, sebesar 40 miliar euro, dan ditargerkan naik dobel menjadi 80 miliar euro dalam beberapa tahun ke depan. Namun, di saat bersamaan, pihaknya berupaya menurunkan dampak lingkungannya.
Contohnya dikeluarkannya produk pembilas Molto sekali bilas yang mengajak orang untuk menghemat air karena penggunaan produk ini memerlukan jauh lebih sedikit air. Juga, dengan produk Pure it karena kepedulian makin rendahnya kualitas air saat ini, Strategi tersebut dituangkan dalam Unilever Sustainable Living Plan, yang diluncurkan pada akhir 2010.
Ia menjelaskan, ada tiga hal yang signifikan dalam Unilever Sustainable Living Plan. Pertama, pertama mencakup seluruh portofolio Unilever serta 180 negara tempat perusahaan ini beroperasi. Kedua, berkaitan dengan lingkungan, yang mana rencana ini tidak hanya mencakup dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pabrik, kantor, laboratorium Unilever terhadap lingkungan, tapi juga menuntut perusahaan ini bertindak secara bertanggunjawab dalam semua kegiatan di sepanjang rantai nilai. “Mulai dari pemilihan bahan baku produk sampai penggunaan air dan negeri yang diperlukan konsumen saat memakai produk kami,” Paul menandaskan.
Ketiga, bagi Unilever, sustainability bukan melulu berkaitan dengan lingkungan, melainkan mencakup unsur sosial dan ekonomi juga. Pihaknya membuat produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat dan rantai nilai kami menjadi sumber penghidupan bagi jutaan orang.
Dalam kesempatan tersebuut, Paul juga mengungkapkan adanya 5 elemen kunci dari new business model: shared value, long term outlook, collaborative, transparent, accept wider responsibilities.
Di samping itu, ia pun menyoroti berkembangnya media sosial yang mendorong manusia menjadi global citizen saat ini. “Semua jadi unity, berkembang di seluruh penjuru dunia. Apa yang terjadi di belahan manapun membawa dampak besar di belahan dunia lain,” ujarnya. Unilever menyadari ini, bahwa kini media  sosial menjadi bagian dari strategi penting.
“Kami pun berubah, dari economic servant menjadi consumer servantpeople servant, pelayan bagi masyarakat dan lingkungan,” tegasnya. Bahwa Unilever ingin kehadirannya bisa menjadi sumber dari berkembangnya nilai-nilai positif yang bisa membawa awak di dalamnya tumbuh ke kehidupan yang lebih baik, sehingga bisa membawa konsumen dan juga masyarakat di mana Unilever ada ke kehidupan yang lebih baik. Paul menutup kuliah umumnya dengan kutipan dari Cina: Unless we change direction we are likely to end up where we are going.  (***)

Posisi Indonesia Masih Lebih Baik di Tengah Krisis Eknomi Global

Friday, October 7th, 2011

oleh : Kusnan Djawahir


Kondisi ekonomi dunia yang saat ini sedang mengalami suatu fase krisis yang menggoncang negara-negara di dunia, terutama negara-negara di zona Euro, Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya seperti Jepang, tidak semata-mata menyebabkan posisi perekonomian Indonesia di mata dunia menjadi terganggu. Walaupun, perlu diakui ada beberapa gejolak-gejolak yang melanda pasar keuangan di Indonesia. Setidaknya hal tersebut terungkap dalam hasil Perkembangan Triwulanan Ekonomi Indonesia terbaru yang diluncurkan oleh Bank Dunia hari ini. yang bertempat di kampus S2 Paramadina, The Energy Building, kawasan SCBD, Jakarta (4/10/2011)
Sama halnya seperti di emerging markets lainnya, penurunan outlook dalam pertumbuhan global dan perkembangan pasar keuangan internasional menyebabkan aliran keluar modal portofolio dan turunnya pasar saham secara signifikan di Indonesia selama dua bulan terakhir. Merunut pada hal tersebut, memungkinkan kondisi pasar keuangan internasional akan tetap bergejolak dalam beberapa waktu dekat ini, tetapi di sisi lain, posisi Indonesia berada pada posisi yang kuat untuk menghadapi goncangan-goncangan eksternal. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan Indonesia di dukung oleh kekuatan domestik, kuatnya posisi fiskal, akumulasi cadangan devisa dan kinerja pasar keuangannya yang telah diperkuat.
“Seperti negara-negara se-kawasan, pasar keuangan Indonesia tidak kebal terhadap goncangan eksternal. Akan tetapi, sementara banyak negara di dunia mengalami penurunan tajam pada posisi fiskal dan neraca keuangan sektor swasta sejak tahun 2008, Indonesia tetap menunjukan kinerja ekonomi yang kuat, ujar Shubham Chaudhuri, Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia. Ia menambahkan, fundamental ekonomi makro di Indonesia disebut sebagai pertahanan utama dalam menghadapi gejolak pasar yang terus berlangsung. Meningkatnya ketahanan terhadap goncangan eksternal seperti saat ini, telah dilakukan Indonesia pada waktu krisis tahun 2008-2009.
Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) pada triwulan 2/2011 tidak berubah dari triwulan 1 sebesar 6,5 persen dari tahun ke tahun. Investasi dan konsumsi swasta tetap kuat. Sektornon-tradable terus mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan ditambah lagi dengan pertumbuhan manufaktur yang untuk pertama kalinya dalam kurun waktu enam tahun terakhir, begerak di atas 6 persen setiap tahunnya pada triwulan 2. Dengan diikutinya penurunan harga bahan pangan, inflasi IHK bergerak turun menjadi 4,8 persen di bulan Agustus 2011. Walaupun tingginya harga-harga bahan pangan beberapa waktu lalu, yang berdampak negatif terhadap konsumen pangan bersih (net food consumers), namun kokohnya perekonomian dalam negeri di Indonesia turut memberikan kontribusi yang besar terhadap penurunan tingkat kemiskinan nasional menjadi 12,5 persen di bulan Maret 2011, dari yang sebelumnya sebesar 13,3 persen di tahun 2010.
Namun, semua hal tersebut juga tetap memerlukan dukungan kebijakan Pemerintah, seperti yang diucapkan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Keoberle hari ini. “Eksposur perdagangan langsung Indonesia terhadap penurunan yang dialami pasar-pasar AS dan Uni Eropa relatif terbatas dibanding dengan negara-negara lain se-kawasan. Akan tetapi aliran masuk modal ke Indonesia tetap terpengaruh oleh perubahan sentimen investor. Yang benar-benar mampu menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih kuat pada masa-masa gejolak dunia seperti saat ini adalah kualitas dari respon kebijakannya.” ia merangkan. Menurut Stefan, reformasi struktural yang sudah dimulai sebelumnya juga merupakan hal yang sangat penting, seperti reformasi subsidi energi dan pembebasan tanah, dan juga peningkatan infrasturktur, tidak hanya akan mampu membantu mengangkat prospek pertumbuhan Indonesia menjadi lebih tinggi tetapi juga dapat mendorong kepercayaan investor dalam jangka pendek. (Radito Wicaksono)